“Namun, kami masih kesulitan mendapatkan pupuk, yakni pupuk kandang. Saat ini, tak banyak warga yang menjadi peternak, sehingga tidak sebanding dengan jumlah petani. Apalagi, mereka yang beralih ke pupuk organik makin banyak,” ujarnya, kemarin.
Ia menyebutkan, jumlah lahan padi yang ada di wilayah Gapoktan itu seluas 153 hektare. Dari jumlah itu, sekitar 40 hektare

diantaranya telah beralih ke organik. Ia sendiri mengaku belum berani menyebut padi organik karena masih menggunakan pupuk kimia dengan kandungan yang sangat kecil.
Untuk lahan 0,1 hektare, petani biasanya membutuhkan pupuk Urea 25 kg. para petani setempat, katanya, telah menguranginya hingga menjadi 10 kg bahkan ada yang hanya menjadi 5kg, selebihnya pupuk kandang. Dari sini, pihaknya menyebutkan tanaman mereka masih semi organik. Dengan perbandingan penggunaan yang ada, lanjutnya, petani masih kesulitan mendapatkan pupuk kandang. Ia sendiri tidak bisa menyebutkan berapa jumlah ternak yang ada, namun menurutnya, kebanyakan petani harus memberli pupuk kandang berupa kotoran ternak ke peternak.
“Padahal, berdasarkan perhitungan kami, untuk memelihara tanaman seluas satu hectare selama setahun, cukup dipenuhi dengan kotoran dua ekor sapi yang dipelihara sendiri,” ujarnya.
Petani setempat, Bambang Edi mengatakan, para petani di wilayah itu beralih ke organik karena melihat kondisi tanah yang makin memburuk karena sebelumnya, mereka hanya menggunakan pupuk kimia. Tanah telah menjadi keras.
“Sejak delapan tahun lalu, petani di sini mulai menggunakan organik. Jenis yang ditanam adalah mentik wangi Kami tertarik karena selain untuk memperbaiki tanah, harga jual juga lebih tinggi, selisihnya mencapai Rp1.000 per kilogram dengan padi pupuk kimia,” terangnya. Harga kemarin, ia menyebutkan, saat harga beras jenis lain berkisar di harga Rp6.000, beras produknya dihargai Rp7.600. Lebih lanjut, ia mengatakan, akan mendirikan sebuah sosiasi petani padi organik untuk petani di kawasan itu. Asosiasi ini, katanya, juga akan menyeragamkan petani agar menanam padi jenis mentik wangi.
“Dengan adanya asosiasi, kami akan mengorganisir penjualannya, sehingga bisa mengatur harga sendiri, tanpa mengikuti pedagang. Manfaatnya, ketika terjadi panen raya, kami tetap bisa mengangkat harga,” ujarnya.
***)Widodo anwari